KONSEP BARU MENANGKIS NEKROTIK ENTERITIS
Disusun Oleh :
drh Retno Widiastutik
Technical Team PT. Novindo Agritech Hutama
Nekrotik Enteritis (NE) dilaporkan pertama kali pada awal abad 20 dan tidak ditemukan gejala klinis sampai beberapa dekade berikutnya. Tahun ditemukannya antibiotik yang efektif untuk NE pada 1960-an dan untuk selanjutnya sejak 1990-an digunakan sebagai Antibiotic Growth Promotor (AGP) dan untuk menekan kasus NE pada unggas dengan level minimum.
Pada tahun 2006 AGP telah dilarang di Eropa, mengadopsi hal tersebut sejak 2018 AGP juga dilarang di Indonesia, situasi ini lambat laun menjadi rumit dengan peningkatan penggunaan antibiotik untuk terapi justru semakin meningkat. Industri unggas sekarang menghadapi pilihan untuk menemukan alternatif strategi dalam mengatasi koksidiosis dan efek merugikan NE.
Konsekuensi NE
Flok yang terserang NE klinis dapat menimbulkan mortalitas hingga 30%, dengan kalkulasi kerugian ekonomi yang ditimbulkan lebih tinggi dibandingkan dengan NE subklinis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Skinner, et al (2010) bila dibandingkan dengan kontrol, ayam dengan NE subklinis mengalami penurunan bobot badan (12%) dan peningkatan FCR (10.9%). Hal ini merupakan akibat dari kerusakan mukosa intestinal yang kronis dan berkelanjutan. Berdasarkan literatur terkait, Skinner et al. (2010) memperkirakan kejadian ini menyebabkan kerugian sebesar 20% dengan perkiraan sebesar €0.05 per ekor ayam.
Umur serangan NE pada ayam berkisar pada 2 – 5 minggu, hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat maternal antibody saat minggu kedua dan sistem imunitas ayam terhadap NE belum terbentuk sempurna sehingga rentan terinfeksi.
Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, anaerob berkapsul, membentuk spora, dan habitat alaminya terdapat di usus bagian belakang (ilioseca) dari berbagai spesies unggas. C. perfringens mampu hidup pada range pH 5,5 hingga 8,5 dengan pertumbuhan optimum pada pH 6 – 7. C.perfringens diketahui mampu memfermentasi glukosa, fruktosa, galaktosa, inositol, maltose, mannose, pati, dan sukrosa.
Kolonisasi pada intestinal unggas dapat terjadi mulai saat hari penetasan di hatchery. Dengan rataan jumlah bacterial count 105 cfu/gr digesta ileal. C. perfringens menjadi ancaman bila faktor predisposisi terjadi dan mendukung pertumbuhan yang masif dari C.perfringens pada usus halus. Pada infeksi nekrotik enteritis ditemukan C. perfringens dalam jumlah 106 hingga 108 cfu/gr digesta. Beberapa faktor predisposisi yang telah diidentifikasi termasuk faktor pakan, status imunitas dan stres, fisiopatologi intestinal, dan koksidiosis (Paiva and McElroy, 2014).
Gambar 1. Faktor predisposisi NE
Peningkatan pertumbuhan C.perfringens pada intestinal menyebabkan kondisi disbakteriosis atau microbial imbalance dari sejumlah flora normal intestinal. Kondisi ini ditandai dengan perubahan ketebalan, tonus, dan kekuatan dinding intestinal. Peningkatan permeabilitas paraseluler mempermudah penetrasi toksin dan antigen yang menstimulasi timbulnya reaksi inflamasi dan berakibat adanya peningkatan produksi dan komposisi mukus yang menarik spesies mukolitik seperti Clostridium perfringens dan selanjutnya memproduksi sitotoksin perusak jaringan (Oakley, et al., 2014)
C.perfringens merupakan patogen ekstraseluler yang tingkat virulensinya sangat bergantung pada kemampuannya dalam memproduksi toksin. Toksin utama yang diproduksi adalah α-toksin dan NetB toksin (Necrotic enteritis toxin B-like). α-toksin memicu hydrolisa fosfolipid dan mengakibatkan disorganisasi membrane sel, sedangkan toksin NetB berperan dalam pembentukan luka pada sel epitel secara in vitro, namun ditengarai dapat pula memicu lesi nekrotik dengan membentuk luka pada enterosit yang memicu kematian sel (Paiva and McElroy, 2014).
Bagaimana mencegah NE
Manajemen koksidiosis yang baik (vaksinasi, dan/atau ionophore dan program chemical), manajemen pemeliharaan yang baik, dan manajemen kesehatan intestinal yang baik merupakan kunci utama dalam program pencegahan NE. Usaha peningkatan kesehatan intestinal dapat meningkatkan penyerapan nutrisi pada usus halus (lokasi utama pencernaan), dan sebagai konsekuensinya nutrisi yang mencapai usus besar akan sangat sedikit (lokasi dimana C.perfringens secara fisiologi hidup tanpa menyebabkan kerusakan). Dengan semakin sedikitnya nutrisi yang mencapai usus besar, susbtrat yang tersedia untuk C.perfringens tidak mencukupi untuk berkembang pesat sehingga meminimalisir terjadinya infeksi.
Integritas intestinal
Intestinal merupakan salah satu organ dengan hambatan fungsional yang melindungi hewan dari patogen. Intestinal menjadi tempat penyerapan nutrisi, disisi lain juga harus bertugas menghalangi patogen masuk ke dalam tubuh. Diperkirakan 70% dari sistem imunitas unggas berlokasi pada saluran pencernaan membuat intestinal masuk dalam jajaran organ penting pada unggas. Kerusakan pada area ini menyebabkan peningkatan resiko masuknya organisme patogen seperti C.perfringens. Selain itu bakteri, virus, pakan, dan toksin telah lama diketahui menjadi sebab inflamasi pada intestinal. Pada unggas, inflamasi meningkatkan turnover protein dan menghasilkan peningkatan kebutuhan energi hingga 10 – 30%.
Konsep Baru
Pada 2014, Khadem et al. mendemonstrasikan bahwa ekstrak tanaman yang mengandung Isoquinaline Alkaloid (IQ) mampu memunculkan sifat antiinflamasi yang kuat pada ayam broiler. Pada investigasi lebih lanjut, dilakukan pemeriksaan efek produk Sangrovit® terhadap pertumbuhan ayam broiler yang di uji tantang dengan NE pada 2.250 ekor ayam broiler dengan non medicated commercial type diet. Treatment yang diberikan sebagai berikut :
- No additive, no Cp challenge
- No additive, Cp challenge
- IQ low (30 gr/ton), Cp challenge
- IQ high (60 gr/ton), Cp challenge
- BMD 50 (454 gr/ton), Cp challenge
Pada hari 0, semua ayam divaksinasi dengan vaksin koksidiosis dengan dosis ganda (dari dosis rekomendasi). Pada hari 18, 19, dan 20 Clostridium perfringens ditambahkan pada pakan pada dosis 1×108 cfu/ml/ekor (semua ayam kecuali kontrol negatif). Challenge NE subklinis dikonfirmasi dengan pemeriksaan skoring lesi pada hari 20 di semua grup.
Efek merugikan dari infeksi C.perfringens sangat jelas saat membandingkan antara non-medicated grup, grup kontrol negatif (non medicated dan tidak diuji tantang), dan grup yang diuji tantang. Dalam study ini peningkatan bobot badan dan FCR tidak terlalu terpengaruh (-4% dan +0.09 poin). Penambahan Sangrovit® dosis tinggi pada pakan meningkatkan bobot badan secara signifikan dan menghasilkan performa yang tidak kalah baik dengan perlakuan BMD.
- Sangrovit® mengontrol perkembangan lesi intestinal yang disebabkan oleh challenge NE
Olkowski et al (2006) menemukan bahwa stadium awal NE memberikan respon inflamasi yang hebat. Lamina propria mengalami hiperemi dan terjadi infiltrasi dari berbagai sel pendukung inflamasi terutama sel heterofil granulosit. Aktivasi dari NF – kB juga memberikan respon disorganisasi dari protein tight junction pada sistem pertahanan intestinal secara in vitro. Hal ini mengindikasikan bahwa inflamasi intestinal dapat menginisiasi perkembangan lesi NE dan suplementasi Sangrovit dapat menekan respon inflamasi yang mengarah pada penurunan derajat keparahan lesi NE
- Sangrovit® memberikan proteksi performance pada ayam dengan challenge NE dengan mengontrol proses inflamasi dan konsekuensi fisiologisnya
Inflamasi yang disebabkan oleh NE mengarah pada glukoneogenesis untuk mempertahankan kadar glukosa yang bersirkulasi dalam darah, umumnya pada kondisi anoreksia. Pada study Xue et al., (2017), challenge NE menurunkan Feed Intake sebesar 17% pada hari ke 24. Untuk mengkompensasi produksi glukosa dari feed intake yang terganggu, otot rangka perlu dikatabolisasi menjadi asam amino seperti glutamin untuk menyediakan substrat bagi glukoneogenesis yang berakibat penurunan jumlah daging tanpa lemak. Hal ini tercermin pada penelitian Xue et al., (2017) yang menghasilkan penurunan bobot badan, kadar daging dada dan paha, dan peningkatan FCR akibat challenge NE.
Pustaka :
Oakley, Brian. B., Kogut, Michael., Lillehoj, Hyun., & Kim, Woo Yun. (2014). The Gastrointestinal Microbiome. FEMS (Federation of Microbiological Societies) Letters 1 – 13. John Wiley and Sons Ltd.
Olkowski, A.A., Wojnarowicz, C., Chinio-Trejo, M. & Drew, M.D. (2006). Responses of broiler chickens orally challenged with Clostridium perfringens isolated from field cases of necrotic enteritis. Research in Veterinary Science, 81, 99108
Paiva, Diego., McElroy, Audrey. (2014). Necrotic Enteritis : Applications for the Poultry Industry. J. Appl. Poult. Res. 23 : 557 – 566
Pastor, Anja. 2018. Coping with Necrotic Enteritis – Benefit of Isoquinaline Alkaloids. International Poultry Production Vo.24 No.2 17 – 19